Self-Assessment adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan dan tanggung jawab kepada wajib pajak untuk secara sukarela mendaftarkan diri mereka sendiri agar dapat memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan mengurus semua kewajiban perpajakan mereka secara independen.
Apa Itu Self-Assessment?
self assessment merupakan wajib pajak menentukan jumlah pajak yang harus terbayarkan setiap tahun sesuai peraturan perpajakan.
Menurut definisinya, dalam sistem ini, wajib pajak akan mengambil inisiatif untuk menghitung dan mengumpulkan pajak mereka sendiri. Dalam konteks ini, wajib pajak dianggap mampu menghitung pajak, memiliki integritas yang tinggi, menyadari pentingnya membayar pajak, dan memahami undang-undang perpajakan yang berlaku.
Lihat Juga:
Jasa Pendampingan Pemeriksaan Pajak
Manfaat dan Keterbatasan Self-Assessment
Dalam implementasinya, Self-Assessment memiliki Manfaat dan Keterbatasan. Manfaat dari sistem ini adalah efektivitas dalam pemungutan pajak karena wajib pajak melakukan perhitungan pajak secara mandiri. Dampak positif dari self assessment ini adalah mendorong kepercayaan wajib pajak terhadap mekanisme perpajakan di Indonesia, sehingga kewajiban perpajakan dapat terpenuhi dengan baik dan dapat bertanggung jawab dalam laporan SPT.
Namun, di balik kelebihannya, tentu ada keterbatasannya. Bagi wajib pajak yang tidak memiliki pengetahuan tentang perpajakan, akan sulit bagi mereka untuk melakukan serangkaian prosedur perhitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak. Wajib pajak mungkin akan mengalami kesulitan dan mungkin salah dalam menghitung jumlah pajak yang harus mereka bayar. Dampak negatif dari self assessment ini adalah kemungkinan adanya tunggakan pajak. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah ini, memberlakukan pemeriksaan dan penagihan pajak.
Pemeriksaan Pajak
Menurut UU No. 16 Tahun 2009 pasal 1 angka 25, pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan yang berlaku secara objektif dan profesional untuk mengumpulkan dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti. Tujuan dari pemeriksaan pajak ini adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Dalam menjalankan tugasnya, DJP memiliki tanggung jawab untuk terus melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap wajib pajak. Salah satu bentuk pengawasan yang berlaku adalah melalui pemeriksaan pajak. Melalui pemeriksaan pajak ini, DJP dapat mendeteksi adanya kecurangan yang wajib pajak lakukan dan juga mendorong mereka untuk membayar pajak dengan jujur sesuai ketentuan yang berlaku.
Pemeriksaan pajak juga merupakan upaya untuk meningkatkan penerimaan perpajakan, terutama penerimaan PPN. Dengan melakukan pemeriksaan pajak, DJP dapat menilai sejauh mana pemenuhan kewajiban perpajakan yang telah dilakukan oleh wajib pajak.
Jika DJP menemukan ketidakpatuhan wajib pajak, mereka harus segera mengambil tindakan yang perlu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Citra Global Consulting
Dapatkan Self-Assessment System Perpajakan kami sekarang dan kelola pajak Anda dengan lebih efisien. Sistem yang mudah digunakan dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan bisnis Anda. Segera tingkatkan produktivitas perpajakan Anda.
Mengapa Indonesia Menggunakan System Self-Assessment?
Pajak memiliki peran yang sangat penting dalam menghasilkan pendapatan bagi negara guna mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat serta untuk menjalankan pemerintahan dan pembangunan negara. Oleh karena itu, memerlukan sistem pemungutan pajak yang efektif agar wajib pajak dapat memenuhi kewajibannya dengan baik. Tujuannya adalah agar proses pembayaran pajak dapat memberlakukan dengan mudah, benar, dan transparan. Selain itu, sistem ini juga bertujuan untuk menjaga agar semua proses dan alur pemungutan pajak berjalan dengan tertib dan terorganisir.
Di Indonesia, sistem pemungutan pajak telah mengalami beberapa kali perubahan. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat pada saat itu. Pada masa lalu, Indonesia menerapkan sistem pemungutan pajak official assessment, di mana fiskus atau petugas administrasi pajak memiliki wewenang untuk menentukan besaran pajak yang harus terbayarkan oleh wajib pajak. Namun, sistem ini berubah ketika Indonesia memasuki era reformasi perpajakan pada tahun 1983.
Hingga akhirnya, pada tahun tersebut, Indonesia mengubah sistem penilaian resmi menjadi sistem penilaian mandiri yang masih berlaku hingga sekarang. Mengapa? Karena pemerintah ingin memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menentukan jumlah pajak yang harus mereka bayar. Selain itu, dengan sistem ini berharapkan dapat memberikan kemudahan bagi wajib pajak dalam memenuhi kewajiban mereka kepada negara tanpa merasa terbebani. Meskipun begitu, tetap saja ada keterpaksaan tidak langsung bagi wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan mereka secara sukarela. Contoh dari sistem self-assessment ini adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh).