Solusi Pajak bagi ‘Startup’ yang Lagi Bakar Duit

Istilah “bakar duit” sudah tak asing lagi buat kelas bisnis rintisan. Kalau modalnya saja masih difokuskan buat mendirikan usaha, bagaimana urusan pajaknya? Tetap saja, pajak harus dibayar. Tapi tak perlu khawatir, ternyata ada solusi pajak bagi startup yang lagi bakar duit.

Namanya juga lagi merintis usaha, keterbatasan modal itu lumrah. Putar otak keras-keras supaya bisnis rintisan berjalan sesuai perencanaan -setidaknya pada masa bakar duit beberapa tahun ke depan- di masa memperkenalkan, hingga mampu mereguk manisnya revenue.

Meski perusahaan rintisan atau startup yang didirikan ini jauh dari kata untung lantaran masih bakar duit, bukan berarti layak mengabaikan kewajiban pajaknya. Justru dengan menentukan pajak sedari awal, bisnis yang dijalankan akan mendapatkan manfaatnya.

Hal ini diamini oleh Konsultan Pajak The Great Tax (TGT), Ihsan Thariq Alhamra, dalam sebuah seminar situs web atau webinar Jurnal x GKPNP bertajuk “Effective Tax Planning to Reduce Tax Expense” beberapa waktu lalu.

Apa itu ‘Startup’?

Ada banyak teori yang mendefinisikan apa itu startup. Berbagai pendapat yang mengartikan startup pun berbeda-beda.

Contohnya saja, seorang Programmer, Penulis, dan Investor, Paul Graham, yang disebut-sebut mendefinisikan startup adalah perusahaan yang dirancang untuk tumbuh dengan cepat. Satu-satunya hal yang esensial adalah pertumbuhan.

Google sendiri pun pernah menyebutkan bahwa startup adalah sebuah usaha kewirausahaan atau bisnis inovatif dalam bentuk perusahaan.

Secara harfiah, kata start up artinya dalam hal tindakan yakni ‘memulai’. Kaitannya dengan bisnis, startup berarti sebuah perusahaan yang baru saja dirintis dengan umur usaha rata-rata di bawah lima tahun. Istilah gaulnya disebut ‘newbie’.

Dengan kata lain, startup adalah sebuah bisnis rintisan atau baru dibentuk yang menerapkan inovasi teknologi untuk menjalankan bisnis intinya serta sebagai salah satu yang menjawab kebutuhan masyarakat di era digital.

Baca Juga: Kesempatan Tinggal Hari Ini! Besok DJP Mulai Lakukan Penelitian SPT

Sejarah Singkat Startup

Sudah banyak yang memberitakan bahwa istilah startup sendiri mulai dikenal akhir 90an-2000an dengan kriteria yang menempel pada sosok perusahaan rintisan berbau teknologi, situs, internet, dan sejenisnya. Inilah era munculnya sebutan gelembung dot-com atau dot-com bubble.

Pada masa itu banyak perusahaan-perusahaan baru berbasis internet bermunculan. Namun berakhir dengan kegagalan.

Tak henti di situ saja, ternyata ada banyak pula situs-situs dari atas nama pribadi. Bisa dibilang hampir semua orang bisa memiliki website sendiri untuk memulai bisnisnya.

Di masa-masa ini pula startup lahir dan mulai berkembang. Perusahaan yang baru didirikan ‘seumur jagung’ ini masih dalam tahap pengembangan dan masih perlu melakukan riset bisnisnya.

Bahkan startup juga dikaitkan dengan sistem investasi bisnis yang menggerakkan bisnis inti itu sendiri secara otomatis di era digital yang berkaitan erat dengan dunia online.

Sebagai contoh dari model startup ini seperti Google yang dikategorikan startup sukses dalam hal mesin pencarian (search engine). Kemudian Facebook yang dikenal sebagai startup sukses dalam hal jejaring sosial (social network).

Jenjang Kategori Perusahaan ‘Startup’

Perusahaan kelas startup ini pun terbagi menjadi beberapa kategori berdasarkan tingkat nilai bisnis perusahaan (valuasi), yang terdiri dari:

  • Unicorn: Level startup dengan nilai bisnis perusahaan mencapai lebih dari US$1 miliar
  • Decacorn: Level startup dengan nilai bisnis perusahaan mencapai lebih dari US$10 miliar
  • Hectocorn: Level startup dengan nilai bisnis perusahaan mencapai lebih dari US$100 miliar

Jumlah ‘Startup Unicorn’ di Indonesia

Berdasarkan penelusuran Klikpajak pada data CB Insights real-time unicorn tracker, hingga Juni 2020 setidaknya ada 473 startup unicorn di dunia dengan total valuasi sekira US$1395 miliar.

Dari keseluruhan startup unicorn tingkat global itu, belum ada yang mencapai level Hectocorn. Paling banter masih di posisi Decacorn dengan valuasi tertinggi dunia yakni startup bidang kecerdasan buatan (AI/Artificial intelligence) asal China, Toutiao (Bytedance), sebesar US$75 miliar.

Sementara itu, dari jumlah tersebut startup Indonesia yang berstatus unicorn adalah:

  •       Tokopedia, dengan nilai bisnis sebesar US$7 miliar
  •       Bukalapak, dengan nilai bisnis sebesar US$2,5 miliar
  •       Traveloka, dengan nilai bisnis sebesar US$2 miliar
  •       OVO, dengan nilai bisnis sebesar US$2,9 miliar

Sedangkan startup Indonesia sudah naik kelas dari Unicorn ke Decacorn  adalah startup bidang supply chain, logistic, & delivery, Go-Jek, karena nilai bisnisnya sudah mencapai sekira US$10 miliar.

Ilustrasi ‘unicorn startup’
Ilustrasi ‘unicorn startup’

Sekelumit ‘Bakar Duit’ Para Startup

Namanya juga bisnis baru dibangun. Memulainya pun dibutuhkan sejumlah modal dana untuk memperkenalkan produk/jasa pada para calon konsumen.

Alih-alih menomorsatukan berapa untung yang bisa didapat, fokus utama usaha rintisan atau startup ini masih mengutamakan bagaimana cara mendapatkan “hati” calon pelanggannya.

Pada posisi inilah istilah “bakar duit” melabeli startup-startup yang mulai booming di era teknologi. Di Indonesia, bukan lagi jutaan, tapi miliaran rupiah digelontorkan untuk memberikan “service” calon konsumen loyal untuk mencicipi produk/jasa yang ditawarkan.

Tak heran bila banner promo buy 1 get 1 free dan semacamnya bertebaran di depan-depan gerai kuliner dan lainnya. Atau gratis ongkir untuk pemesanan makanan atau minuman di sebuah aplikasi transportasi. Inilah salah satu bentuk ‘bakar duit’ para startup.

Di masa-masa ini, harap-harap cemas tentu saja ada. Apakah “bakar duit” ini akan membuahkan hasil? Raup untung seperti yang diharapkan, atau justru malah buntung?

Kendati dihadapkan pada situasi ini, meski bisnis ini baru dirintis, bukan berarti mengesampingkan kewajiban sebagai warga negara. Kewajiban perpajakan sebagai pelaku usaha tetap harus dipenuhi. Jangan sampai mengemplang pajak.

Ihsan pun mengingatkan, justru pada saat bisnis dimulai itulah urusan perpajakan harus diperhatikan. Dengan cara melakukan perencanaan perpajakan (tax planning) di awal startup itu didirikan.

Disebutkannya, melakukan perencanaan pajak di masa bisnis itu dibangun, justru jadi kunci apakah bisnis akan diuntungkan atau justru dirugikan di saat “bakar duit” harus dilakukan.

Ilustrasi startup ‘bakar duit’
Ilustrasi startup ‘bakar duit’

Baca Juga: Pemberian Insentif Berlanjut, Setoran Perpajakan Ditarget Tumbuh 10,5%

Penentu Untung-Rugi Saat Startup ‘Bakar Duit’

Menurut Ihsan, menentukan jenis sebagai WP Badan yang seperti apa bisa menjadi solusi perpajakan bagi perusahaan startup ketika “bakar duit” dari modalnya. Sebab status pajak yang melekat pada perusahaan nantinya akan jadi penentu bakal dirugikan atau justru diuntungkan dari pajak yang dibayarkan.

Ia memaparkan, tak sedikit kliennya yang menyampaikan, “Berapakah profit bakal mereka peroleh dengan kondisi perusahaan yang mereka dirikan dalam prospek setahun ke depan? Mengingat di tahun pertama, modal digunakan untuk bakar duit”.

Menanggapi hal ini, Ihsan menyebut ada kaitan penentuan status pajak dari usaha yang baru didirikan dengan kewajiban perpajakannya selama bakar duit. Ia mengaitkan status pajak usaha itu dengan kewajiban pembayaran pajak penghasilan yang pada akhirnya memengaruhi berjalannya perusahaan.

Dengan tax planning, segala sesuatunya bisa diputuskan dengan tepat termasuk soal pajak, sehingga kewajiban pajak tidak lagi menjadi sebuah beban dalam berbisnis. Contohnya, dalam hal pembayaran PPh Badan yang terdiri dari PPh UMKM dan PPh Badan Tahunan Normal.

“Di tahun pertama ini biasanya tax planning cukup penting. Jangan sampai kita menggunakan SPT Badan yang tahunan UMKM, ditambah setiap bulan (bayar pajak penghasilan untuk UMKM), tapi at the end of year ternyata perusahaan rugi. Jadi anggapannya sudah rugi, tetap bayar pajak. Itu yang disebut kita terbebani dengan pajak,” kata Ihsan.

PPh UMKM tarifnya sebesar 0,5% dari omzet bruto yang didasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan. PPh UMKM ini harus dibayarkan setiap bulannya.

“Tapi kalau perusahaan baru berdiri dan rasanya di tahun pertama ini enggak mungkin profit, atau tahun pertama ini plan bisnis memang untuk marketingbuilding company dulu, modal dulu, kan? Itu ada baiknya menggunakan SPT Badan Tahunan Normal. Karena kerugian itu bisa kita kompensasikan ke tahun-tahun berikutnya,” jelasnya.

Ilustrasi membangun perusahaan startup

Tips dan Trik untuk Perusahaan yang Masih Bakar Duit

Dengan gambaran soal perpajakan pada saat mendirikan perusahaan startup, Ihsan berbagi tips dan trik menghadapi kondisi perusahaan yang masih bakar duit, di antaranya:

  • Pahami bahwa di masa bakar duit sejatinya tetap masih bisa mendapatkan untung meski masih di bawah target
  • Mempertimbangkan menggunakan tarif UMKM yang 0,5 persen dari omzet terlebih dahulu
  • Bisa menggunakan tarif PPh Badan normal yang disesuaikan rencana bisnis beberapa tahun ke depan
  • Selalu perbarui (update) aturan pajak terbaru sehingga bisa memanfaatkan insentif pajak yang bisa diberikan pemerintah
  • Menggunakan insentif pajak dampak Covid-19 berupa PPh 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) apabila memiliki karyawan

“Terkait pajak penghasilan, bagi Anda pemilik usaha sebagai wajib pajak badan, konsultan pajak yang punya banyak klien, maupun Anda yang bekerja sebagai tax officer di sebuah perusahaan, Klikpajak memahami betapa pentingnya melakukan urusan perpajakan dengan mudah, praktis, efektif dan efisien.”

Sumber: Klik Pajak

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top